7 Rekomendasi Buku yang Asyik Dibaca Selama #DiRumahAja

Sampai detik ini Indonesia terus berjuang melawan virus Korona. Orang yang terinfeksi  COVID-19 pun jumlahnya semakin bertambah. Mengintip informasi dari laman kawalcovid19 id, per 4 April ini saja jumlah kasus COVID-19 telah menembus di angka 2.092 dengan jumlah kematian 191 orang.

Dengan kasus yang semakin banyak, secara otomatis masa physical distancing juga akan semakin panjang. Bagi yang terbiasa beraktifitas di luar, mendekam di dalam rumah selama 24 jam setiap hari tentunya mendatangkan kejenuhan.

Bahagia dengan Membaca Buku

Tapi, sebetulnya banyak kegiatan positif yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu saat #swakarantina #dirumahaja. Misalnya dengan membaca buku. Sudah nggak diragukan lagi bahwa aktifitas membaca buku memiliki segudang manfaat untuk diri kita. Membaca buku nggak sekadar menambah wawasan dan meluaskan cakrawala berpikir. Banyak hal yang lebih dari itu bisa didapatkan dari membaca buku.

Per Maret 2020 ini, aku sudah membaca 22 buku. Belum ada apa-apanya memang bila dibandingkan dengan teman-teman bookworm lain yang bahkan bisa membaca 25 buku per bulannya.

Ada beberapa buku bagus yang sudah aku baca. Untuk itu, aku mau berbagi rekomendasi buku yang bisa mengatasi kegabutan kalian selama #dirumahaja.

Baca juga: Pengalaman Membaca, Pencapaian, dan Buku Favorit 2019

Buku-buku ini semuanya keluaran baru ya! Rata-rata terbit tahun 2019-2020. Jadi, masih tersedia di toko buku dan lapak buku daring kesayangan kalian. Apalagi sekarang ini toko buku daring sedang gencar ngasih diskon bahkan sampai 70%.

Berikut ini daftar bukunya.

1. The Silent Patient – Alex Michaelides (Gramedia Pustaka Utama, 2019)

Awal tahun 2020 aku buka dengan membaca The Silent Patient karya penulis berdarah Yunani, Alex Michaelides. Novel bergenre thriller ini menyabet penghargaan Goodreads Choice Awards 2019 untuk kategori novel misteri dan thriller terbaik.

Novel ini selain bercerita tentang pembunuhan, juga menyinggung soal kesehatan mental tokoh utamanya. Diketahui setelah membunuh suaminya, si tokoh utama yang bernama Alicia menjelma menjadi pribadi yang sangat tertutup dan menolak berbicara kepada siapapun. Akibatnya dia dimasukkan ke rumah sakit jiwa di bawah pengawasan dokter dan psikoterapis bernama Theo.

Baca juga: Lethal White (Kuda Putih) – Robert Galbraith

Tema kesehatan mental menjadi isu yang menarik, khususnya yang diangkat di novel ini baik dari sisi Alicia selaku pasien maupun dari sudut pandang Theo selaku psikoterapis.

Dari sisi psikoterapi kita jadi tahu bahwa untuk mengorek keterangan dari pasien yang mengalami traumatis hebat seperti Alicia, diperlukan pendekatan khusus supaya yang bersangkutan mau bersuara. Di sisi lain, proses penyembuhan jiwa juga memakan waktu yang cukup panjang.

The Silent Patient adalah buku yang membuat aku nggak bisa berhenti baca. Sebagai karya debut, novel ini mencuri perhatian. Penggemar bacaan thriller-misteri sebaiknya jangan melewatkan novel ini.

Baca juga : Resensi The Silent Patient (Pelukis Bisu)

2. Kim Ji-yeong Lahir Tahun 1982 – Cho Nam-joo (Gramedia Pustaka Utama, 2019)

Kalau Amerika punya Hollywood, Asia punya Korea Selatan. Negeri Gingseng ini telah berhasil menyejajari Amerika memasarkan industri kreatifnya lewat Kpop dan Kdrama. Tapi siapa sangka, di balik kesuksesan itu–dilansir tirto id–Korea Selatan menduduki peringkat tertinggi ketimpangan gender di dunia (berdasarkan Laporan Pengembangan Manusia tahun 2018)

Fenomena diskriminasi perempuan Korea Selatan tersebut dipertontonkan secara gamblang dalam novel Kim Ji-yeong Lahir Tahun 1982 karya Cho Nam-joo. Kim Ji-yeong adalah contoh perempuan yang merasakan ketimpangan gender akibat dari praktik patriarki yang mengakar kuat dalam masyarakat Korea.

Anak laki-laki memiliki keistimewaan di keluarga Korea. Ketika seorang ibu Korea melahirkan anak perempuan, si anak akan diperlakukan berbeda dengan saudara laki-lakinya. Nggak cuma di keluarga, perlakuan diskriminatif terhadap perempuan juga berlaku di sendi kehidupan lain seperti sekolah dan tempat kerja.

Novel ini adalah sebuah gambaran sisi lain Korea Selatan yang nggak diketahui oleh masyarakat luas karena kita mungkin sudah tenggelam dalam “Korean Wave”.

3. Think and Grow Rich – Napoleon Hill (Gramedia Pustaka Utama, 2019)

Napoleon Hill dianggap luas sebagai salah satu penulis bertema kesuksesan terhebat. Think and Grow Rich adalah bukunya yang paling terkenal dengan hasil penjualan jutaan kopi di seluruh dunia.

Buku Think and Grow Rich lahir berkat ide Andrew Carnegie. Ceritanya Hill ditantang Carnegie untuk menuliskan filosofi kesuksesan. Setelah kurang lebih 29 tahun mewawancarai banyak tokoh berpengaruh, akhirnya buku ini resmi terbit pada tahun 1937.

Buku ini banyak menginspirasi pernulis-penulis masa kini dalam menuliskan buku bertopik kesuksesan. Banyak kiat sukses yang tertulis di buku-buku bestseller lain berasal dari buku ini. Bisa dikatakan mustahil menemukan motivator yang sama sekali nggak terpengaruh oleh karya orang lain. Pengaruh buku ini bisa dijumpai dalam tulisan Angela Duckworth pada bukunya yang berjudul Grit. Prinsip-prinsip kepemimpinan yang digaungkan oleh Dale Carnegie idenya juga berasal dari karya Hill. Beberapa buku lain yang terinspirasi dari Think and Grow Rich misalnya The Answer karya Allan dan Barbara Pease dan  Atomic Habits karya James Clear.

Think and Grow Rich terbitan teranyar ini merupakan versi termutakhir dari buku yang terbit tahun 1937. Seiring dengan perkembangan zaman, buku ini turut menyesuaikan isinya dengan adanya materi tambahan dari The Napoleon Hill Foundation.

4. May – Sandi Firly (KataDepan, 2019)

Buat yang lagi pengen baca roman tapi nggak mau yang terlalu picisan, novel ini bisa jadi pilihan. Novel May mengangkat cerita lokal bersejarah di Banjarmasin tentang peristiwa berdarah tahun 1998 yang dikenal masyarakat setempat dengan “Jumat Kelabu.”

Tapi, jangan mengharapkan novel ini akan berkisah secara detail soal peristiwa berdarah tersebut. Pengarang nggak akan membawa pembaca ke dimensi itu terlampau jauh. Peristiwa Jumat Kelabu hanya disampaikan lewat pengalaman empat pengunjung tetap sebuah kedai lewat sudut pandang May, sang tokoh utama.

Yang aku suka dari novel May adalah, kadar romannya terasa pas, nggak lebai namun bisa menghadirkan percikan-percikan cinta yang wajar antara dua orang dewasa yang sedang dimabuk asmara.

Tokoh May dalam novel ini pun memiliki karakter yang kuat. May digambarkan sebagai gadis pelayan yang cerdas meskipun hanya lulusan SMP. Ia pelahap buku, tertutup, dan sukar ditebak. May nggak hanya memberikan kesan misterius, tapi ternyata juga manipulatif.

5. Life After Marriage: Nggak Drama, Nggak Bahagia – Winka Lusia (Laksana, 2020)

Aku sungguh beruntung mendapatkan buku ini lewat kerjasama, saat orang lain belum banyak membacanya. Mbak Tiwi dari Penerbit Diva Press menawariku untuk mengulas buku ini melalui pesan langsung di Instagram. Untungnya aku menerima tawaran ini. Kalau nggak, aku pasti akan menyesal karena sudah melewatkan buku bagus ini.

Buku ini ditulis berdasarkan kisah nyata pengarangnya. Winka Lusia (selanjutnya akan disebut Mbak Win) sendiri adalah nama pena dari seorang dokter yang saat ini sedang bekerja dan tinggal di luar negeri bersama suaminya.

Aku percaya setiap rumah tangga memiliki air matanya masing-masing. Nggak ada rumah tangga yang terbebas dari ujian. Dalam rumah tangga Mbak Win, ujian itu datangnya dari ibu mertua. Entah mengapa hubungan antara mantu perempuan dan ibu mertua jarang ada yang harmonis. Inilah yang terjadi di kehidupan rumah tangga Mbak Win dan suami. Dalam buku ini, Mbak Win bercerita betapa rumitnya sebuah hubungan segitiga antara dirinya, suami dan ibu mertua yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Karena berasal dari keluarga priyayi, praktik patriarki sangat kental di keluarga suami Mbak Win. Ibu mertua Mbak Win menganut paham kuno bahwa rumah tangga yang lazim dan ideal itu adalah perempuan memberikan servis terbaik untuk suami. Urusan domestik seperti mencuci, menyapu, mengepel dan sebagainya haram dikerjakan oleh suami. Fokus suami hanya mencari nafkah.

Tuntutan menjadi “istri yang baik” justru datang dari ibu mertua Mbak Win. Belum lagi, hubungan menantu-mertua ini pun kadang diwarnai kesalahpahaman. Kesalahan sepele yang harusnya bisa dimaafkan, bagi ibu mertuanya hal itu bisa ditafsirkan sebagai bentuk ketidakpatuhan yang pada akhirnya memicu ledakan emosi yang sulit dibendung. Apa yang diperbuat oleh mertua Mbak Win menghancurkan diri Mbak Win secara psikis, melemahkan rasa percara diri, merasa penuh dosa dan mengalami penurunan dalam menjalankan fungsi sehari-hari.

Sementara itu, Mbak Win nggak punya daya untuk membela diri  karena cara terbaik menghadapi ibu mertuanya adalah dengan diam. Sekali bersuara, tamat sudah riwayatmu. Kemudian aku baru tahu kondisi seperti ini disebut gaslighting.

Mengutip dari laman Wikipedia, gaslighting merujuk kepada salah satu bentuk penyiksaan secara psikologi (psikologis) yang terjadi dalam hubungan interpersonal, di mana penyiksa melemahkan rasa percaya diri korban dengan membuat mereka mempertanyakan ingatan, sudut pandang, atau kewarasan mereka. Dengan menggunakan penyangkalan yang berulang-ulang, manipulasi, kontradiksi, dan kebohongan, sang penyiksa berusaha untuk menggoyahkan kondisi psikologis korban dan melemahkan rasa percaya dirinya.

Aku begitu emosional saat membaca buku ini. Kisah nyata yang dibagikan Mbak Win ini mirip dengan kisah sinetron yang sering muncul di layar kaca. Cerita yang kukira hanya ada di sinetron ternyata benar-benar ada di kehidupan nyata.

6. Seni Membuat Hidup Jadi Lebih Ringan – Francine Jay (Gramedia Pustaka Utama, 2019)

Sejak kemunculan Marie Kondo dengan bukunya The Life-Changing Magic of Tidying Up tentang konsep beres-beres, buku lainnya yang bertema senada mulai membanjiri toko-toko buku. Maka saat ini gaya hidup minimalis–yaitu gerakan hidup baru yang mendorong orang mengurangi ikatan dengan harta benda—semakin diminati banyak orang.

Francine Jay mengklaim buku ini memiliki konsep yang berbeda dengan metode KonMari a la Marie Kondo. Apa bedanya? Buku ini adalah panduan hidup minimalis secara menyeluruh, yang membenahi aspek lahir dan batin. Buku ini lebih dari sekadar berbicara tentang membereskan barang. Buku ini ingin memperbaiki pikiran, tindakan, setiap momen dan aspek dalam hidup kita. Francine Jay menyebutnya sebagai “gaya hidup ringan”.

Ide-ide yang disampaikan Jay melalui buku ini mudah untuk diterapkan. Gaya hidup ringan mengajarkan kita sebuah “seni merasa cukup” dengan nggak terikat pada barang-barang duniawi karena semua kembali pada kebutuhan dasar. “Membereskan” isi jiwa juga diperlukan guna menyingkirkan beban emosional yang nggak perlu misalnya dengan mengurangi kesibukan dan meringankan jadwal yang memicu stres.

Buku ini cocok sekali dibaca pada masa karantina seperti ini. Setelah selesai membaca bukunya, kalian bisa langsung praktik beres-beres di rumah.


7. Babad Kopi Parahyangan – Evi Sri Rezeki (Marjin Kiri, 2020)

Saat ini kedai kopi tengah menjamur di mana-mana. Bahkan kedai kopi sudah merangsek sampai ke kampung dengan desain interior yang nggak kalah cakep a la kedai kopi premium. Tahukah bahwa kopi yang kita nikmati sekarang memiliki sejarah pahit, sepahit rasa kopi itu sendiri. Dulu kopi menjadi salah satu komoditi primadona yang disetarakan dengan emas. Selain rempah-rempah, kopi turut menjadi incaran kompeni sebagai alat untuk memperkaya diri.

Novel ini berkisah tentang Karim, putra Minang yang berambisi menjadi juragan kopi ternama. Untuk mewujudkan cita-citanya, ia pergi meninggalkan tanah leluhurnya menuju ke sarang mutiara hitam jauh di Tanah Parahyangan. Sampai di sana dia malah terperangkap dalam sebuah ironi kehidupan para penggarap tanaman kopi. Karim bergabung dengan para petani kopi, nggak pernah membayangkan akan menjadi budak di bawah kuasa mandor kopi pribumi bengis tiada ampun.

Babad Kopi Parahyangan nggak hanya menghadirkan sejarah kopi yang dituturkan lewat salah satu tokohnya. Novel ini juga memuat sejarah kemanusiaan di Parahyangan pada Masa Tanam Paksa. Ceritanya semakin seru karena pengarang memasukkan unsur laga dan kisah cinta malu-malu antara Karim dan Euis.

Novel sejarah kopi yang berlatar abad ke-18 dan 19 ini ditulis pengarang karena kecintaannya terhadap kopi. Novel ini menarik lantaran temanya kekinian mengingat saat ini kopi sudah “naik kelas” dengan ragam pilihan varian . Kopi yang dulu identik dengan minuman orang tua, kini minuman berkafein ini digemari oleh anak muda. Jadi, buat kalian pecinta kopi mungkin akan menyukai novel ini. Dibaca sambil menyesap secangkir kopi hangat dan sepiring camilan mungkin bisa menentramkan jiwa.

Itu tadi tujuh buku pilihan yang telah melewati proses kurasi yang cukup pelik. Semoga bermanfaat dan bisa dijadikan pilihan bacaan di tengah kondisi bumi yang sedang nggak sehat. Semoga pandemi ini segera berakhir dan kehidupan kembali normal.

Gimana, sudah memutuskan pengin baca yang mana dulu nih?

Grand Opening Sindoro Hotel Cilacap by Conary

Selamat Datang di Sindoro Hotel Cilacap by Conary!

Senang rasanya saya dan teman-teman Blogger Cilacap bisa turut hadir dalam grand launching Sindoro Hotel Cilacap by Conary yang dilaksanakan pada Selasa, 03 Maret 2020 lalu. Acara peresmian digelar di ballroom Anggraeni yang terletak di lantai 5. Saya disambut dengan senyum hangat para karyawan yang berjaga di depan pintu masuk. Di dalam ballroom sudah banyak tetamu yang datang, sepertinya sih perwakilan dari berbagai institusi yang ada di lingkungan kota Cilacap.

Dihadiri oleh Tamu Penting

Di acara peresmian ini banyak sekali tamu kehormatan yang hadir. Di antaranya bupati Cilacap, Bapak H. Tatto Suwarto Pamuji beserta jajaran pejabat yang mewakili. Tampak pula mantan gubernur Jawa Tengah Bapak Letjen Purn. Bibit Waluyo beserta istri, Kasdim Mayor Inf. Ahmad Rofik Alfian, serta Wakapolres Cilacap Bapak Kompol Agus Sulistyanto.

Semarak dengan Adat dan Budaya Jawa yang Kental

Acara peresmian siang itu berlangsung meriah dengan suasana budaya Jawa yang kental. Para tamu disuguhkan dengan tarian-tarian tradisional seperti tari Gambyong, yang merupakan tarian untuk menyambut para tamu. Tarian ini dibawakan oleh adik-adik dari SMA Negeri 1 Cilacap. Ada lagi pertunjukan Sendratari Kamandaka yang sudah terkenal di lingkungan masyarakat Cilacap. Sebagai musik pengiring, panitia mendatangkan grup gamelan dari kecamatan tetangga, Adipala.

“Panggonane Kepenak, Pelayanane Grapyak” : Bukan Sekadar Slogan

Acara secara resmi dibuka oleh Bapak Hari, selaku ketua panitia grand launching Sindoro Hotel Cilacap by Conary. Dalam pidatonya, Pak Hari memperkenalkan slogan hotel yakni “Panggonane Kepenak, Pelayanane Grapyak” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Tempatnya Enak, Pelayanannya Ramah”. Beliau berharap Sindoro Hotel akan mampu memberikan manfaat dari segi ekonomi, mampu memberikan kontribusi pada daerah dan pengembangan pariwisata serta membuka lapangan pekerjaan baru.

Photo by Muddasir Faisal Khak

Serah-Terima Sertifikat Hotel, Penandatangan Prasasti dan Pemukulan Gong

Acara selanjutnya penyampaian kata sambutan oleh Bapak H. Muhammad Sudiro Atmoprawiro selaku pemilik Sindoro Hotel Cilacap yang kemudian dilanjutkan dengan penyerahan sertifikat dari pihak LSU (Lembaga Sertifikasi Usaha) yang menandakan bahwa Sindoro Hotel Cilacap, sebagai usaha pariwisata sudah mendapatkan legalitas operasi. Sertifikasi ini juga bertujuan untuk meningkatkan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata melalui audit. Usaha pariwisata lebih dipandang masyarakat serta lebih leluasa memasarkan produk yang ditawarkan.

Photo by Muddasir Faisal Khak

Puncak acara peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti dan pemukulan gong oleh Bapak Bupati Cilacap H. Tatto Suwarto Pamuji. Maka dengan ini Sindoro Hotel Cilacap by Conary telah resmi beroperasi sebagai hotel bintang 3 di Cilacap.

Photo by Muddasir Faisal Khak
Photo by Muddasir Faisal Khak

Wajah Baru Sindoro Hotel Cilacap

Tahun 2014 saat saya pertama kali menginjakkan kaki di kota ini, Sindoro Hotel masih dalam wujud bangunan lama yang menjadi ciri khas hotel nonbintang. Berdasarkan informasi dari pemilik hotel, Sindoro Hotel telah berdiri puluhan tahun. Lalu pada 20 Agustus 2018, bangunan lama hotel ini mulai dipugar dan di sebelahnya dibangun gedung baru yang lebih megah. Setelah disahkan menjadi hotel bintang 3, Sindoro Hotel Cilacap tampil dengan wajah baru yang lebih modern.

Photo by Muddasir Faisal Khak

Dari Sindoro Hotel Cilacap Bisa Ke Mana-mana

Sindoro Hotel Cilacap by Conary terletak di pusat kota, artinya lokasinya strategis dekat dengan fasilitas-fasilitas umum seperti tempat makan, minimarket, pusat perbelanjaan, perbankan, dan kantor pemerintahan. Bagi yang suka membaca buku seperti saya, sekitar 50 meter dari hotel terdapat Perpustakaan Daerah yang bisa dikunjungi setiap hari dari Senin sampai Sabtu, dari pagi hingga sore hari.

Bila ingin merasakan suasana rileks sekaligus bermain air, pengunjung bisa berkendara ke Pantai Teluk Penyu yang dapat dijangkau dalam waktu kurang dari 10 menit dari hotel. Tidak jauh dari pantai, pengunjung bisa berwisata sejarah ke Benteng Pendem yang merupakan benteng peninggalan zaman Belanda.

Bukan cuma itu, pengunjung juga bisa menikmati keseruan malam minggu di alun-alun kota Cilacap yang jaraknya pun tak jauh dari hotel. Masih kurang puas main di alun-alun di malam Minggu? Bisa kok dilanjut lagi di hari Minggunya karena setiap Minggu pagi ada car free day di mana masyarakat Cilacap berkumpul tumpah ruah di alun-alun. Di sini pengunjung bisa berolahraga atau sekadar nongkrong sambil jajan-jajan asik mencicipi kuliner khas Cilacap.

Mengintip Fasilitas Sindoro Hotel Cilacap

Memiliki 9 Tipe Kamar

Gedung baru Sindoro Hotel Cilacap memiliki 40 kamar dengan beragam tipe kamar. Total ada 9 tipe kamar yang ditawarkan hotel ini yaitu ada Standard Room yang terdiri dari Standart Twin dan Standard Double. Superior Room, terdiri dari Superior Twin dan Superior Double. Lalu ada Superior Family Room. Ada lagi Delux Room, terdiri dari Deluxe Twin dan Deluxe Double. Kemudian ada Junior Suite dan terakhir ada Sindoro Suite. Gedung lama Sindoro Hotel sendiri masih beroperasi hingga saat ini. Tentu, tarifnya berbeda dengan kamar di gedung baru.

Feeling Homey di Junior Suite

Junior Suite memiliki luas 30 meter persegi. Di kamar ini tersedia satu tempat tidur king size, lengkap dengan televisi LED berukuran 32 inchi, sepasang kursi tamu, mini bar (coffee and tea facilities), desk work area, serta kamar mandi yang bersih. Semua kamar mandi di hotel ini menggunakan shower.

Superior Family Room, Kamar Nyaman untuk Keluarga

Berlibur dengan keluarga besar tentunya memerlukan space yang juga besar. Sindoro Hotel Cilacap telah menyiapkan kamar yang pas untuk kenyamanan semua keluarga yaitu Superior Family Room. Di suite tersebut terdapat dua kamar yang terhubung dengan connecting door untuk memudahkan mobilisasi. Satu kamar berisi dua single bed dan satunya terdapat sebuah ranjang king size, masing-masing kamar memiliki fasilitas yang sama dengan kamar Junior Suite.

Sindoro Suite, Kamar Luas dengan Fasilitas Paripurna

Kamar yang paling besar di Sindoro Hotel adalah Sindoro Suite. Kamar ini luasnya 120 meter persegi. Di dalamnya terdapat ruang tamu pribadi yang bisa dipakai pengunjung untuk menyambut para tamu sehingga kesan intim lebih terasa. Hanya terdapat satu tempat tidur king size di kamar ini. Desain kamar mandi Sindoro suite sebetulnya sama dengan kamar tipe lain. Hanya saja kamar mandi Sindoro suite ukurannya lebih luas. Sindoro suite bisa dikatakan memiliki fasilitas kamar paling lengkap.

Pelayanan Kamar Plus-Plus

Bagi pengantin baru yang sedang berbulan madu, Sindoro Hotel menyediakan paket honey moon yang secara khusus akan mendekor kamar dengan suasana lebih romantis. Untuk yang sedang berbahagia karena bertambahnya umur, pengunjung juga bisa request kamar dengan dekorasi ulang tahun yang meriah.

Area Lobby yang Memesona

Kesan mewah sudah terasa saat memasuki lobby hotel ini. Di depan pintu masuk, sebuah vas bunga besar berdiri megah lengkap dengan sebuah lampu hias mewah yang menggantung di atasnya. Di sisi kiri pintu masuk bisa dijumpai beberapa set kursi tamu berwarna merah menyala bergaya a la Victoria dan sebuah kafe yang didesain modern. Di sisi kanannya terdapat resepsionis dan sebuah tangga menuju lantai satu yang dirancang menyerupai red carpet. Tangga ini menjadi spot pilihan pengunjung untuk berswafoto karena desainnya yang instagramable.

Bangunan 5 Lantai

Sindoro Hotel Cilacap by Conary memiliki 5 lantai. Pengunjung bisa menginap dengan berbagai pilihan kamar di lantai 1, 2, dan 3. Informasi dari petugas yang mengantar kami berkeliling ruangan, best view hotel ini berada di lantai 3. Sayangnya kami tidak bisa mengeksplor ke sana karena semua kamar telah dihuni oleh keluarga pemilik hotel.

Ballroom dan Musala

Di lantai 5 terdapat dua ballroom (Anggraeni dan Surtikanti) yang berkapasitas kurang lebih 100 sampai 200 orang. Dengan ukuran ruangan yang tidak terlalu besar, maka ballroom ini sangat cocok digunakan untuk rapat kantor, seminar ataupun arisan.

Di lantai 5 ini juga terdapat musala dengan ruang cukup luas yang menjamin kenyamanan beribadah. Pihak hotel juga telah menyiapkan mukena yang bisa dipakai pengunjung.

Makan Enak di Madukoro Resto

Untuk menikmati kelezatan hidangan a la chef Sindoro Hotel, pengunjung bisa langsung ke Madukoro resto yang letaknya di lobby hotel. Resto ini juga menyediakan smoking room bagi pengunjung yang ingin bersantap sambil menyesap rokok. Di dekat resto ini, terdapat Branjangan Cafe yaitu tempat makan yang lebih kecil, cocok untuk kongkow-kongkow sambil menyeruput secangkir kopi.

Madukoro Resto

Fasilitas Pendukung Lainnya

Sindoro Hotel dilengkapi dengan fasilitas wajib yang sudah terstandar keamanan dan kenyamannya seperti lift, tangga darurat, alat pemadam kebakaran (fire estinguisher), wifi, kamera pengawas, restroom dan area parkir.

Spot Instagramable di Sindoro Hotel Cilacap

Berbiacara soal spot instagramable, satu lagi yang tidak boleh ketinggalan adalah tangga penghubung antara gedung lama dan gedung baru hotel ini yang dicat warna-warni menyegarkan mata. Tangga ini juga menjadi spot yang pas untuk berselfie ria. Kami tentunya tidak menyia-nyiakan momen ini. Begitu kamera on, kami langsung pasang gaya. Cekrek. Taraaaa!

Photo by Muddasir Faisal Khak

Bisnis Hotel yang Tak Pernah Lesu

Kota Cilacap sudah banyak berkembang beberapa tahun belakangan ini. Hal itu ditandai dengan banyaknya pembangunan di berbagai sektor. Sektor pariwisata turut menyumbang pembangunan daerah. Dengan hadirnya Sindoro Hotel Cilacap by Conary semakin meramaikan bisnis perhotelan di kota ini. Dalam pidatonya, Bapak Bupati Cilacap H. Tatto Suwarto Pamuji mengharapkan, Sindoro Hotel tidak hanya menawarkan tempat yang nyaman dan pelayanan yang ramah, tetapi juga menawarkan harga yang ramah di kantong.

Selamat dan sukses atas grand launching Sindoro Hotel Cilacap by Conary. Semoga Sindoro Hotel bisa menjadi pilihan terbaik pewisata di tengah gempuran hotel-hotel baru yang semakin menjamur di kota Cilacap.

Sindoro Hotel Cilacap
Jalan Jenderal Sudirman No. 1, Sidakaya
Cilacap,  Jawa Tengah
Telp : (0282) 533543
Mobile Apps : 0858 4231 2635
sales@sindorohotel.com
http://www.sindorohotel.com

Pengalaman Membaca, Pencapaian, dan Buku Favorit 2019

1578894219587

Kali ini saya mau cerita sedikit tentang pencapaian-pencapain saya sebagai pembaca buku selama setahun ke belakang sekaligus pengin berbagi buku-buku apa saja yang menjadi favorit saya tahun lalu.

Tahun 2019 saya menargetkan membaca 55 buku. Alhamdulillah, ternyata saya bisa melebihi target baca yang sudah saya pasang. Sebanyak 68 buku berhasil saya tuntaskan. Pencapaian ini lebih baik dari tahun 2018 karena saya hanya membaca sekitar 60-an buku dari target 50 buku. Seperti biasa saya membaca bermacam-macam buku, fiksi dan nonfiksi. Mulai dari romance, misteri, detektif, memoar, sains, self-improvement sampai bisnis. Semuanya dalam bentuk buku fisik.

Tahun lalu saya masih dipercaya beberapa penerbit untuk mengulas buku di Instagram. Kadang editor atau penulisnya sendiri yang minta saya untuk mengulas karya mereka. Saya juga masih rutin mengulas buku nonfiksi dari Bincang Buku–lini nonfiksi Gramedia Pustaka Utama–yang kerja samanya sudah saya rajut sejak 2018, hingga kini.

Selain membeli sendiri buku-buku yang saya baca, kerja sama dengan penerbit tentunya berjasa dalam memenuhi ketersediaan bacaan saya. Beberapa buku gratis berhasil saya menangkan lewat giveaway di media sosial juga turut berkontribusi memenuhi rak buku saya di rumah. Karena saya banyak dapat buku gratis, jadi saya tidak banyak membeli buku tahun lalu.

Dari 68 judul buku yang saya baca tersebut masing-masing memberikan emosi dan pengalaman yang berbeda. Beberapa buku membuat saya terpikat, tapi ada juga buku yang saya rasa menjemukan. Tahun lalu saya juga membuka hati kepada penulis-penulis lama yang bukunya belum pernah saya baca sebelumnya seperti Colleen Hoover, Honey Dee (Hanny Dewanti), Ary Nilandari, Mahfud Ikhwan, N. H. Dini sampai Djokolelono. Pengalaman pertama membaca karya mereka meninggalkan kesan positif. Karya mereka worth to read. Terlebih saat membaca novel-novel Mahfud Ikhwan.

Saya menandai belasan buku yang saya favoritkan di tahun 2019. Tapi, saya putuskan untuk menyeleksi buku-buku tersebut menjadi 10 terbaik saja. Buku-buku tersebut tidak semuanya terbit tahun 2019. Banyak di antaranya buku-buku yang sudah lama terbit tapi saya baru membacanya tahun lalu. Kesepuluh buku ini adalah buku yang betul-betul saya sukai dan sangat melekat di hati, penilaiannya sangat personal dan subyektif sekali. Buku-buku tersebut sepertinya juga menjadi buku favorit banyak orang, bisa jadi buku favoritmu juga.

Ini dia daftar top 10 buku favorit tahun 2019 versi saya :

1. Small Fry (Lisa Brennan-Jobs, Qanita) 

Saya tidak pernah tahu kalau Steve Jobs punya anak perempuan selain anak-anak dari istri sahnya. Lisa Brennan-Jobs merupakan anak biologis Steve Jobs dari hubungannya dengan Crisann Brennan di masa lalu. Melalui Small Fry, Lisa banyak bercerita bagaimana ia menjalani kehidupan manis-getir bersama Steve Jobs. Buku ini juga menjadi favorit Puthut E. A. lho!

2. It Ends with Us – Akhir Antara Kita (Colleen Hoover, Gramedia Pustaka Utama) 

It Ends with Us menawarkan cerita pilu hubungan abusif suami-istri. Novel ini dibangun berdasarkan pengalaman pribadi ibu kandung si penulis yang mengalami KDRT oleh ayahnya.

3. Bumi Manusia (Pramoedya Ananta Toer, Lentera Dipantara) 

Bisa jadi orang Indonesia lebih banyak yang menonton film Bumi Manusia daripada membaca bukunya. Ya, tidak apa-apa sih, setidaknya orang jadi tahu bahwa film tersebut merupakan karya maestro sastrawan kebanggan Indonesia. Saya agaknya terlambat membaca karya-karya Pram. Untung saja tetralogi Buru ini dicetak ulang oleh penerbitnya.

4. Dawuk (Mahfud Ikhwan, Marjin Kiri) 

Saya pertama kali membaca karya Mahfud Ikhwan lewat Dawuk dan langsung cocok dengan gaya menulis Mas Mahfud. Dawuk meneropong kehidupan masyarakat desa kelas bawah berikut dengan kegelisaan dan konflik-konfliknya.

5. Tuesdays with Morrie – Selasa Bersama Morrie (Mitch Albom, Gramedia Pustaka Utama) 

Tahun lalu saya membaca ulang Selasa Bersama Morrie karena dapat ‘PR’ dari Bincang Buku. Kalau tidak salah ingat, saya pernah membacanya antara tahun 2012 atau 2013. Kesannya masih sama yang saya rasakan dulu, bulir air mata saya jatuh lagi untuk kedua kalinya.

6. Orang-orang Oetimu (Felix Nesi, Marjin Kiri) 

Ini juga menjadi pengalaman pertama saya membaca karya Felix Nesi. Saya tertarik membaca Orang-orang Oetimu karena novel ini menang penghargaan bergengsi. Ya, saya tuh lemah kalau liat novel yang ada embel-embel dapat penghargaan, rasanya pengin saya beli semua deh! Apa yang menarik dari novel ini? Well, saya suka settingnya yang berlatar Indonesia Timur.

7. Lethal White – Kuda Putih (Robert Galbraith, Gramedia Pustaka Utama) 

Saya suka membaca novel-novel detektif. Serial Cormoran Strike ini selalu saya tunggu-tunggu kelanjutan bukunya. Padahal saya tuh tidak terlalu antusias dengan buku-buku berseri. Tapi khusus serial Cormoran Strike, saya akan sabar menunggu kemunculan seri terbarunya, tak peduli berapa pun tebal bukunya. Serial Cormoran Strike akan selalu menjadi bacaan favorit saya sepanjang masa. Setelah sukses dengan serial Harry Potter, menurut saya serial detektif yang digarap oleh J. K. Rowling ini juga disukai oleh banyak pembaca di seluruh dunia. Ya, meskipun agak sulit untuk menyamai ketenaran Harry Potter sih.

8. The Traveling Cat Chronicles (Horo Arikawa, Haru) 

Ini adalah novel para bucing (budak kucing). Sebagai pecinta kucing, novel-novel yang bercerita tentang kucing dan kehidupannya selalu berhasil membuat saya mewek. Maka saat novel ini beredar, saya merasa wajib untuk membacanya.

9. Bumi yang Tak Dapat Dihuni (David Wallace-Wells, Gramedia Pustaka Utama) 

Ketika membaca buku ini, timbul suatu keyakinan bahwa bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Pemasanan global dan perubahan iklim bukanlah dongeng semata. Sungguh miris menerima kenyataan bahwa bumi yang kita sayangi ini semakin rapuh.

10. Kambing dan Hujan (Mahfud Ikhwan, Bentang Pustaka) 

Setelah saya jatuh cinta dengan Dawuk, maka saya pikir perlu membaca karya Mahfud Ikhwan yang lain. Kali ini novel kambing dan Hujan menjadi pilihan saya. Mahfud Ikhwan kembali mengangkat cerita masyarakat pedesaan yang dibalut konflik keagamaan. Temanya mungkin agak sensitif ya karena menyoroti perseteruan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Tapi percayalah, di balik itu sebetulnya ada romantisme sepasang kekasih yang berkeras hati ingin menikah.

Bulan Januari hampir dua minggu terlewati. Semoga saya tidak terlalu terlambat menuliskan ini semua. Tahun ini saya berencana membaca 100 buku. Semoga target tercapai dan begitu juga dengan kalian.

Resensi The Silent Patient (Pelukis Bisu)

Judul : The Silent Patient

Penulis : Alex Michaelides

Penerjemah : Rini Nurul Badariah

Penyunting : Barokah Ruziati

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : 2019

Jumlah halaman : 400

Rating pribadi : 4/5

IMG_20200107_075423_230

Tahun 2019 bisa dibilang menjadi tahun keberuntungan bagi penulis berdarah Yunani, Alex Michaelides. Sebagai pendatang baru, Alex mengawali karier menulisnya dengan pencapaian gemilang. Karya debutannya, The Silent Patient berhasil menarik perhatian pembaca sehingga meraih penghargaan Goodreads Choice Awards 2019 for the best Mistery and Thriller. Tentu saja Alex bukan penulis pertama yang meraih penghargaan di karya perdananya. Sederet nama penulis seperti Victoria Aveyard (Red Queen) dan Angie Thomas (The Hate You Give) juga sukses dengan karya debutnya.

Garis besar cerita The Silent Patient adalah seorang istri yang membunuh suaminya dan setelah itu si istri melakukan gerakan tutup mulut, tidak mau berbicara sepatah kata pun. Alicia Berenson diduga membunuh suaminya sendiri, seorang fotografer mode bernama Gabriel Berenson. Gabriel ditemukan tewas dengan beberapa luka tembak di wajah dalam posisi terikat di kursi, kawat membelit pergelangan tangan dan kakinya. Alicia ada di tempat kejadian, ia terpaku dan membeku. Sebuah senjata api tergeletak di lantai. Alicia tetap bungkam sewaktu ditahan dan tetap mengunci mulutnya sampai enam tahun setelah kejadian nahas tersebut.

Kematian Gabriel membuat Alicia terguncang, kondisi psikologisnya kacau. Lantas ia dibawa ke pusat perawatan mental bernama The Grove. Lalu datanglah Theo Faber, seorang psikoterapis yang sangat berminat dengan kasus Alicia. Ia melamar di The Grove dengan dalih ingin menolong Alicia. Theo mendampingi Alicia menjalani hari-hari berat di The Grove namun tak juga berhasil membuka mulut Alicia. Satu-satunya benda yang bisa memberikan petunjuk adalah buku harian Alicia yang ia tulis sebelum kematian Gabriel. Alicia menuliskan banyak hal : kejadian-kejadian ganjil yang dialaminya, pertemuan dengan teman-teman dan kerabat. Ia juga menuliskan betapa ia sangat memuja Gabriel. Ia mencintai Gabriel sepenuh hati. Sebagai pasangan suami istri, hubungan mereka sangat harmonis, hidup mereka sempurna. Pertanyaannya, kalau memang cinta, mengapa Alicia membunuh Gabriel?

Aku sangat menikmati novel ini. Cerita yang diusung Alex membuat aku penasaran sehingga sulit sekali untuk menjeda, tipe bacaan yang hard to put down. Novel ini merupakan kombinasi cerita mitologi Yunani, psikologi, misteri, kriminal, dan investigasi yang makin indah dengan gaya bercerita yang mengalir dan plot twits yang cukup mengejutkan. Aku bisa mengatakan bahwa sebagai penulis baru, Alex memiliki kecakapan menulis yang tidak bisa diremehkan.

Sebagai keturunan Yunani, tak heran bila unsur budaya tersebut ditambahkan ke dalam cerita ini. Hal itu bisa terlihat dari salah satu tokohnya yang Alex beri nama orang Yunani. Aroma Yunani semakin kuat ketika Alex menyinggung sebuah legenda lewat lukisan Alicia yang diberi judul Alcestis, sebuah lukisan yang digarap Alicia pasca kematian sang suami.

Sebetulnya, cerita thriller dan misteri yang beredar memiliki teknik penulisan dan eksekusi yang sama. Tak terkecuali The Silent Patient. Beberapa opini pembaca menilai ceritanya tidak begitu memukau. Apalagi bagi pembaca yang kerap membaca atau menonton cerita-cerita thriller, mudah sekali menemukan cela dan menebak arah ceritanya. Lalu karakter Alicia yang digambarkan dingin dan tidak mau berbicara mengingatkan kita pada tokoh utama di novel Vegetarian karya Han Kang. Dengan kata lain, novel ini tidak memiliki suatu terobosan baru yang bisa diunggulkan. Meskipun begitu, sebagai novel debut dan pemenang penghargaan bergengsi, The Silent Patient tetap memiliki cita rasa lezat yang sayang untuk dilewatkan.

Adakah yang mengharapkan novel ini diangkat ke layar bioskop? Kalau ya, selamat. Mungkin dalam waktu setahun atau dua tahun lagi kita akan menikmati versi filmnya. Menurut kabar yang beredar, novel ini sedang dalam tahap pengembangan untuk dijadikan film. Brat Pitt digadang-gadang akan memproduseri film The Silent Patient ini. Untuk rumah produksinya sendiri akan digarap oleh Annapurna & Plan B. Bagaimana, tertarik untuk menontonnya?

IMG_20200107_075423_234

Knives Out : ‘Drama Keluarga’ yang Berujung Maut

Daniel Craig dan Chris Evans, kita mengenal mereka lewat peran-peran yang begitu khas dalam film-film laris Hollywood. Daniel Craig sangat lekat dengan peran James Bond-nya. Sedangkan Chris Evans sukses membranding diri lewat perannya sebagai Captain America. Dalam film Knives Out, keduanya mendapat peran yang 180 derajat berbeda dengan film mereka terdahulu. Inilah alasan kenapa aku maksa banget nonton film ini karena pengen liat gimana dua aktor tersebut berperan jadi “orang lain”.

MY HOUSE, MY RULE, MY COFFEE

Harlan Thrombey (Christopher Plummer) adalah seorang penulis cerita misteri tersohor yang sudah sepuh. Karyanya sukses di pasaran dengan angka penjualan fantastis. Maka nggak heran kalo Pak Harlan ini jadi penulis senior yang kaya raya. Di rumahnya yang mirip kastil itu, ada banyak banget buku berjejer yang memanjakan mata kutubuku 😍

Di hari jadinya yang ke-85, Pak Harlan mengundang seluruh keluarganya yang terdiri dari anak, mantu, cucu, beserta ibunya untuk hadir di pesta perayaan ulang tahunnya. Pesta itu berjalan selayaknya acara keluarga biasa, semua anggota berkumpul, tampak menikmati acara, makan minum dan ngobrol-ngobrol. Di saat yang sama, Pak Harlan dan Ransom (Chris Evans) terlibat percekcokan yang membuat Ransom walk out dari pesta itu. Dan boom! Keesokan harinya Pak Harlan ditemukan tewas oleh asisten rumah tangganya, Fran (Edi Patterson) dengan leher tersayat pisau.

Pak Harlan tinggal sendirian di rumahnya yang megah. Di rumah itu Pak Harlan sesekali ditemani oleh perawat paruh waktu bernama Marta Cabrera (Ana de Armas) untuk mengurusi dan membantunya minum obat. Pak Harlan sayang dan baik banget sama Marta. Pak Harlan ini orangnya kesepian, jadi dia banyak cerita tentang keluarganya sama Marta termasuklah cerita tentang borok-borok anak, mantu dan cucunya. Marta sendiri gadis baik-baik. Loyal dan berdedikasi tinggi sama majikannya. Dia juga sayang sama Pak Harlan. Saat tahu Pak Harlan meninggal, dia sedih banget.

PENYELIDIKAN DIMULAI

Detektif Benoit Blanc (Daniel Craig) mendapat surat dan segepok uang dari seorang klien misterius. Detektif Blanc diutus untuk mengusut kasus kematian Pak Harlan yang menurut dugaan klien misterius tersebut adalah kasus pembunuhan berencana. Nggak lama setelah Pak Harlan dimakamkan, detektif Blanc bersama dua orang polisi, Letnan Elliot (Lakeith Stanfield) dan Trooper Wagner (Noah Segan) memanggil satu per satu anggota keluarga Thrombey untuk memberikan kesaksian, termasuk juga mengorek informasi dari Marta. Nah, tokoh Marta ini unik. Dia memiliki kecenderungan medis yang aneh, yaitu apabila dia berbohong, dia akan muntah. Ini tentunya menguntungkan proses investigasi karena darinya akan diperoleh informasi yang benar. Meski begitu, detektif Blanc mencurigai ada yang berbohong dalam memberikan keterangan. Blanc percaya masing-masing dari mereka memiliki motif yang kuat untuk bisa menghabisi nyawa Pak Harlan.

Knives Out karya sutradara Rian Johnson mengambil gaya penceritaan “whodunnit” (who [has] done it? atau who did it?) yaitu salah satu plot cerita sub genre dari kisah detektif, kriminal, atau misteri yang mengajak para pemirsanya untuk bersama menerka kira-kira siapa pelaku dari kejahatan yang tengah dilakukan dalam kisah tersebut (Detective ID, 2015). Sebetulnya alur dan plot cerita film ini sederhana, nggak ada aksi spektakuler yang membuat penonton ternganga atau pun efek spesial yang mendramatisir adegan. Singkatnya, film ini nggak jauh beda dengan kisah misteri pembunuhan di novel-novel Agatha Christie atau serial Cormoran Strike. Para penonton digiring untuk menerima informasi yang kemungkinan besar menjadi akhir kasus tetapi kembali dimunculkan konflik dan twist yang membuat para penonton bertanya-tanya, misteri apa yang tersembunyi di balik kasus ini?

BERTABUR BINTANG

Chris Evans benar-benar keluar dari bayang-banyang Captain America. Di film ini dia berperan sebagai cucu tertua Pak Harlan yang antihero, brengsek literally brengsek, nackal, licik juga. Dari semua anggota keluarga Thrombey, cuma dia yang kerjanya nggak jelas tapi punya rumah mewah 😆 Sementara keluarga yang lain sudah sukses meniti karier masing-masing. Mamaknya (Jamie Lee Curtis) punya perusahaan real estate. Omnya (Michael Shannon) bantu-bantu di perusahaan penerbitan Pak Harlan. Istri mendiang omnya yang lain, Joni (Toni Collette) punya toko kosmetik sekaligus influencer.

Daniel Craig pun sukses melepaskan atributnya sebagai James Bond. Craig berhasil menjadi sosok yang sangat berbeda : nyentrik dan sedikit jenaka.

Ana de Armas seperti memerankan dirinya sendiri di film ini. Ana yang berasal dari Kuba memerankan Marta yang merupakan imigran di Amerika. Di beberapa adegan kita akan mendengar Marta, ibu, dan saudara perempuannya berbicara dalam bahasa Spanyol.

Oh ya, jangan lupakan Jaeden Martell yang naik daun lewat perannya sebagai Bill Denbrough, si pemimpin yang pemberani dalam film IT. Di film ini, Jaeden kebagian peran jadi anak pasangan Walter dan Donna Thrombey yang kerjanya hapean bae.

PENUTUP

Di tengah maraknya film adaptasi komik, novel atau pun remake yang kini menggempur dunia perfilman Hollywood, Knives Out hadir dengan keaslian naskah yang digarap sendiri oleh Rian Johnson. Ini membuktikan bahwa film di luar adaptasi naskah  bisa menjadi karya yang luar biasa. Dan jika kalian menyukai cerita detektif ala Agatha Christie (dan Cormoran Strike), Knives Out bisa menjadi pilihan tontonan yang setipe itu. Film ini seru, aku suka!

IMG_20191216_122500

Tanggal rilis : 10 Desember 2019 (Indonesia)

Durasi : 130 menit

Genre : Misteri, thriller

Pemeran : Daniel Craig, Chris Evans, Ana de Armas, Jamie Lee Curtis, Michael Shannon, Don Johnson, Toni Collette, Christopher Plummer, Jaeden Martell.

Sutradara : Rian Johnson

Skor pribadi : 8.5/10

Lethal White (Kuda Putih) – Robert Galbraith

foto buku punya fitria mayraniJudul : Lethal White (Kuda Putih)

Penulis : Robert Galbraith

Alih bahasa : Siska Yuanita

Jumlah halaman : 704

Tahun terbit : 2019

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Harga : Rp230.000 (Pulau Jawa)

Cormoran Strike Is Back! 

Berselang tiga tahun sejak kemunculan buku ketiga, Career of Evil, tahun ini Robert Galbraith kembali lagi menyapa pembacanya lewat Lethal White. Kembalinya sang detektif membawa cerita baru yang pastinya sangat dinantikan oleh penggemarnya.

Cerita berawal dari kedatangan seorang pemuda dengan gangguan kejiwaan ke kantor Strike bernama Billy Knight, untuk meminta bantuannya menyelidiki kejahatan yang disaksikannya semasa kecil. Strike belum sempat mengorek informasi lebih banyak tetapi Billy sudah telanjur melarikan diri karena panik.

Billy menderita gangguan mental yang disebut skizoafektif. Melansir situs Hello Sehat, skizoafektif adalah gangguan mental di mana seseorang mengalami gangguan gejala skizofrenia, seperti halusinasi atau delusi, dan gejala gangguan suasana hati seperti depresi atau *mania.

*Mania adalah kondisi gangguan suasana hati yang membuat seseorang merasa sangat bersemangat secara fisik dan mental.

Sulit untuk mempercayai cerita Billy mengingat kondisi mentalnya yang sedang tidak stabil ditambah petunjuk yang ditinggalkan juga sangat minim. Tetapi toh pada akhirnya Strike memulai penyelidikan atas laporan Billy tersebut. Ada rasa kasihan dan keresahan pada pemuda itu sehingga Strike ingin membuktikan sendiri kebenaran ceritanya.

Penelusuran Strike mencari keberadaan Billy justru membawanya ke permasalahan yang lebih pelik. Siapa sangka permasalahan tersebut akan menyeret Menteri Kebudayaan yang ternyata memiliki hubungan dengan keluarga Billy. Laporan Billy juga menjadi cikal bakal terungkapnya berbagai kasus, bahkan kasus baru mulai bermunculan di tengah proses investigasi.

Cormoran Strike dan Robin Ellacot Beraksi

Setelah sukses menangani kasus Shacklewell Ripper, Strike menjadi lebih dikenal publik. Hal ini menyulitkan ruang gerak Strike dalam bekerja sehingga dia harus mengerahkan bantuan dari orang-orang kepercayaannya. Mau tidak mau Robin juga harus bekerja lebih ekstra hati-hati untuk pekerjaan ini. Robin bahkan harus melakukan penyamaran demi penyamaran untuk mengelabui targetnya sekaligus memudahkannya memperoleh informasi. Robin menjadi kaki tangan Strike yang selalu dapat diandalkan dengan naluri detektifnya yang semakin menonjol.

Keunggulan Strike sebagai detektif partikelir tampak dari kejeliannya menganalisis kejadian dan menyusun serpihan-serpihan petunjuk. Strike juga tak ragu melibatkan instingnya. Satu-satunya penghalang Strike dalam upayanya mengungkap kasus adalah kaki buntungnya yang tidak kooperatif. Strike tidak bisa berlama-lama mengenakan kaki prostetiknya karena itu akan menyebabkan perih yang tak bisa ditahannya. Maka bantuan Robin dan orang kepercayaannya sangatlah berarti bagi Strike.

Strike dan Robin dalam Jebakan Asmara

Defficile est longum subito deponere amorem, 

Difficile est, verum hoc qua lubet efficias. 

Alangkah sulit mencampakkan cinta lama begitu saja, 

Sulit tapi harus dilakukan dengan cara apa apun. 

(halaman 495)

Satu hal yang menarik perhatian saya di buku keempat ini adalah Robert Galbraith mencoba menggali lebih dalam kehidupan pribadi pasangan detektif Robin dan Strike, yang menurut saya sehebat apa pun prestasi mereka sebagai detektif, mereka tetaplah manusia biasa yang memiliki sisi melankolis yang manusiawi. Mereka berdua digambarkan sebagai pribadi yang tangguh di luar tetapi rapuh di dalam. Keduanya bisa dikatakan lagi sama-sama melow dengan kehidupan asmara masing-masing. Robin gamang dengan pernikahan toksiknya bersama Matthew. Dia juga lelah dengan perilaku Matt yang suka mengatur geraknya dalam bekerja. Belum lagi Robin harus bisa menjamin dirinya dalam kondisi sehat secara mental mengingat dia masih trauma pasca kasus Shacklewell Ripper waktu itu. Sementara Strike, menjadi target buruan wanita masa lalunya yang telah bersuami. Strike sesungguhnya pun telah memiliki tambatan hati, ya walaupun jauh di lubuk hatinya, Strike sama sekali tidak terlalu mempedulikan pacarnya itu.

Sejak di buku pertama saya sudah curiga kalau Strike sebetulnya ada ketertarikan dengan Robin. Hanya saja, kali pertama kemunculannya di kantor Strike, wanita cantik itu sudah lebih dulu berpacaran dengan Matt. Mudah-mudahan di buku selanjutnya ada perkembangan hubungan (yang lebih serius) antara kedua partner kerja ini.

Kesimpulan

Lethal White menyuguhkan cerita yang rumit dan berkelok-kelok. Perkembangan ceritanya melebar ke sana ke mari mengusik rasa penasaran sekaligus membuat tidak sabaran. Namun demikian, kelebihan novel ini terletak pada jalinan ceritanya yang detail. Penggambaran sudut-sudut kota London terasa lebih nyata dan eksplorasi tempat-tempat menawan menjadi daya tarik tersendiri bagi pembaca. Di sisi lain, pembaca tidak hanya disuguhkan cerita detektif yang menegangkan tetapi juga menghadirkan persoalan-persoalan lain seperti cerita di balik meriahnya Olimpiade Musim Panas, kisah kelompok kiri yang brutal, kehidupan pribadi pejabat publik, isu rasisme, pengkhianatan dan skandal seksual, perkawinan yang tidak sehat, sampai pada masalah kesehatan kejiwaan. Satu hal lain yang menarik bahwa novel ini memberikan sesuatu yang tidak biasa di penghujung cerita.

Robert Galbraith alias J. K. Rowling memang penulis cerita yang ulung. Meski bukan novel yang membosankan, novel ini membuat saya tidak sabaran menunggu aha momennya. Dengan tebal lebih dari 700 halaman, novel ini memiliki banyak tokoh dan detail kejadian yang membutuhkan fokus.

Sekarang pertanyaannya, apakah buku ini menyerupai serial Harry Potter yang mana di nomor-nomor selanjutnya akan semakin tebal? Jika buku keempat ini saja berjumlah 704 halaman, saya harap, mudah-mudahan di buku kelimanya nanti tidak lebih dari 800 halaman setelah diterjemahkan.

 

 

Mendaki Tangga yang Salah

PicsArt_05-21-10.04.56Mendaki Tangga yang Salah | Eric Barker | penerjemah : Susi Purwoko | @bukugpu | 360 halaman

Apa itu sukses? Kata ini kerap kita dengar, lalu terlintas di pikiran kita bahwa sukses adalah berhasil dalam segala hal. Kebanyakan orang menganggap pengertian sukses ini adalah keberhasilan dalam hal finansial. Padahal, sukses bagi setiap orang mengandung arti yang bervariasi. Eric Barker sendiri menggambarkan orang sukses sebagai orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Semakin sukses orang itu, sering kali mereka semakin percaya diri. Masih menurut Eric, kesuksesan bukan hasil dari satu kualitas tunggal: ia adalah tentang penyelarasan antara siapa diri kita dan di mana kita ingin berada. Keterampilan yang tepat di peran yang tepat.

Buku ini dibuka dengan memperkenalkan olahraga Race Across America (RAAM). Outside Magazine menyatakan bahwa RAAM adalah lomba ketahanan paling keras yang tak ada tandingannya. Para pesepeda berkendara lebih dari tiga ribu mil dalam waktu kurang dari dua belas hari. Berbeda dengan Tour de France, ada rehat. RAAM tidak pernah berhenti. Setiap menit yang digunakan oleh pesepeda untuk tidur dan istirahat adalah menit yang bisa digunakan untuk mengalahkannya. Kemungkinan untuk menang pun akan menjadi tipis. Walaupun kompetisi ini dinilai sangat sulit, bagi Jure Robic memenangkan kompetisi ini adalah hal yang mudah. Robic tercatat telah memenangkan 5 kali RAAM. Apa rahasia kesuksesan Robic? Menurut keterangan Dan Coyle, keunggulan Robic di atas pesaingnya adalah ketidakwarasannya. Ilmuwan seperti Philippe Tessie dan August Bier mencatat bahwa pikiran yang tidak waras bisa membantu atlet mengacuhkan nyeri dan mendorong tubuhnya lebih jauh dari batas wajar yang konservatif.

Masih ingat siapa yang sering juara kelas di sekolah/kampus? Bagaimana nasib mereka sekarang? Berapa banyak di antara mereka yang kemudian melanjutkan untuk mengubah dunia, menjalankan dunia, atau mengesankan dunia? Saya terhenyak karena menurut buku ini jawabannya adalah nol. Mengapa demikian? Menurut Karen Arnold, para lulusan terbaik itu cenderung tidak visioner di masa depan, mereka tinggal dalam sistem, bukan mengguncang sistem.

Lebih lanjut, Eric Barker mengamini apa yang disebut Angela Duckworth sebagai grit atau kegigihan yang memiliki dalam kesuksesan seseorang. Andai saja waktu itu Isaac Newton atau Thomas Alfa Edison tidak memiliki grit, bagaimana jadinya dunia ini? Dengan grit mereka bisa mengubah nasib dunia.

Buku ini kaya akan cerita inspiratif. Kita disuguhkan ragam cerita kesuksesan yang diteropong dari berbagai sudut pandang. Buku ini disusun dari banyaknya penelitian tentang kesuksesan sehingga pembaca akan mendapatkan definisi kesuksesan yang beragam.

#sahabatbincangbuku #gerakanoneweekonebook #ulasanwiki

BLOGTOUR & GIVEAWAY BTS seasons of Love

IMG20190504212619-01Judul : BTS Seasons of Love

Penulis dan ilustrator : Freiya Sand

Penerbit : Inari

Cetakan : I, Maret 2019

Jumlah halaman : 124

ISBN : 978-602-6682-44-4

Assalamu’alaikum, selamat pagi!

Siapa sih yang nggak kenal boyband asal Korea Selatan yang satu ini. Udah cakep, suaranya merdu, jago nari, dan jago ngerap pula. Duh, siapa yang nggak kelepek-kelepek sama pesona mereka ya, guys! 😂

Bangtan Sonyeodan/Bangtan Boys atau yang akrab disapa BTS ini beranggotakan tujuh cowok keren antara lain Jin, Suga, J-Hope, RM, Jimin, V, dan Jungkook. Jujur, saat pertama kali aku mendengar nama BTS yang terlintas di kepalaku adalah sebuah menara tinggi bernama Base Transceiver Station (BTS) yang fungsinya sebagai pemancar sinyal hape. Baru tahu bahwa BTS adalah nama boyband setelah beritanya wara-wiri di tivi dan media sosial. Maklum, untuk urusan per-KPop-an, aku termasuk yang kudet 🙈

Pernah denger kan lagu Project Pop yang judulnya Pacarku Superstar? Lagu itu menceritakan tentang seorang penggemar yang berkhayal menjadi pacar idolanya. Nah, sebagai ARMY, kalian pernah dong berandai-andai jadi pacar salah satu personel BTS. Mungkin kalian mengkhayalkan berjalan-jalan berdua di taman dengan bunga yang sedang bermekaran atau makan malam berdua di restoran favorit atau mengkhayalkan hal-hal lainnya yang membuat hati kalian kebat-kebit. Kedengarannya konyol memang, tapi inilah letak keseruan fangirling. Ya, kan?

BTS Seasons of Love ini adalah karya debutan Freiya Sand sebagai penulis sekaligus ilustrator buku ini. Di buku ini kalian bisa merasakan sensasi menjadi kekasih bias personel BTS selama empat musim. Di buku ini, kalian akan dihanyutkan oleh ilustrasi yang sangat indah juga sajak-sajak pendek yang isinya romantis dan gombal banget! Pokoknya, saat membaca buku ini, kalian akan merasa bahwa seolah-olah kalian benar berpacaran dengan personel BTS. Aku yang bukan ARMY aja rasanya melayang-melayang lho, berasa digombali gitu dengan kalimat-kalimat manis yang dibuat oleh penulisnya. Sweet banget deh!

Yang paling menonjol dari buku ini tentu aja ilustrasinya. Dalam hal ini, Freiya Sand membuktikan bahwa ia memang ilustrator berbakat. Lewat goresan tangannya, ilustrasi ketujuh personel BTS terasa nyata dengan wujud asli mereka. Seperti yang udah aku tulis di atas, sajak-sajak puitis di dalam buku ini juga berkontribusi membuat baper para pembacanya. Sajak-sajak pendek itu ditulis dalam dua bahasa, Inggris dan Indonesia. Jadi, buat yang belum paham bahasa Inggris nggak perlu khawatir karena penulis menyediakan terjemahannya. Untuk sebuah karya debutan, menurutku buku ini akan sukses di pasaran dan akan banyak banget yang baca. Jadi, buat penggemar BTS, kalian harus baca buku ini!

GIVEAWAY

Sebelumnya aku mau ngucapin terima kasih kepada Penerbit Inari yang udah mempercayakan blog ini sebagai salah satu terminal blogtour BTS Seasons of Love. Ini adalah pengalamanku yang pertama menjadi host blogtour. Sekali lagi terima kasih untuk pengalaman pertama yang menyenangkan ini.

Buat kalian yang belum menang di GA-GA sebelumnya, ini adalah kesempatan terakhir kalian untuk memenangkan satu set merchandise berupa refill agenda Emerald Green Label dan keychain dari Haru grup. Simak rulesnya di bawah ini :

1. Memiliki alamat di Indonesia.

2. Follow akun medsos Penerbit Inari. Bisa IG/Twitter/Facebook. Boleh follow salah satu atau semuanya.

3. Follow akun IG-ku @fitriamayrani.reads

4. Bagi info GA ini di akun IG kalian (di stories). Jangan lupa mention aku dan Penerbit Inari. Akun jangan digembok untuk memudahkan pengecekan.

5. Kalo udah, sebutkan nama dan nama akun IG yang kalian gunakan untuk promosi.

6. Tulis komentar apapun di kolom komentar postingan ini. Bisa komentar tentang reviewku atau tentang bias favoritmu. Komentarnya bebas asal sopan.

7. Giveaway ini berlangsung hanya 5 hari aja, yaitu dari tanggal 05 Mei sampai dengan 09 Mei 2019. Pengumuman pemenang akan aku umumkan di blog dan IG.

8. Jangan lupa merapal doa dan semoga beruntung.

Hadiah GA Blogtour Inari.jpg

 

Berubah Atau Kalah : Kisah Perubahan 24 Ibu Setelah Mengikuti Matrikulasi Institut Ibu Profesional

Siapa yang tidak mengenal Institut Ibu Profesional (selanjutnya akan saya sebut IIP) . Komunitas ini digagas oleh Ibu Septi Peni Wulandani yang beranggotakan para ibu dan calon ibu yang ingin meningkatkan kualitas diri sebagai perempuan, seorang istri, dan seorang ibu. Institut Ibu Profesional adalah forum belajar yang dikelola secara daring (online) dan forum diskusi luring (offline) yang diselenggarakan di 57 kota di Indonesia dan 10 negara.

Di Institut Ibu Profesional terdapat beberapa kelas yang diikuti oleh ibu dan calon ibu. Salah satu kelas yang diikuti disebut matrikulasi. Kelas matrikulasi berjalan selama dua minggu. Selama berada di kelas matrikulasi, peserta akan diberikan NHW (Nice Homework) dengan tema yang beragam. Kelas matrikulasi ini merupakan tahapan awal proses pembelajaran karena setelah peserta mengikuti kelas matrikulasi, peserta akan ‘naik kelas’ ke tingkat yang lebih mendalam lagi. Nah, dari sekian banyak peserta matrikulasi, tim IIP berhasil merangkum 24 tulisan terpilih tentang pengalaman ibu dan calon ibu sebelum dan sesudah mengikuti kelas matrikulasi IIP.

Katanya untuk menjadi orangtua, khususnya seorang ibu itu tidak ada sekolahnya. Hmmm, memang sih, secara formal memang tidak ada satu pun universitas yang memiliki jurusan ‘orangtua profesional’– bagaimana menjadi orangtua teladan bagi anak-anaknya. Di zaman yang serba canggih ini, ilmu apapun bisa kita dapatkan dengan sangat mudah. Termasuklah ilmu parenting yang begitu menjamur di dunia maya yang dibagikan secara sukarela oleh para pakar yang ahli di bidangnya. Institut Ibu Profesional salah satu komunitas yang konsen di bidang pendidikan keluarga berusaha mendidik para ibu dan calon ibu yang ingin tumbuh dan belajar bersama serta saling menguatkan agar bisa menjadi perempuan, ibu, sekaligus istri yang bermanfaat di keluarga dan masyarakat. Institut Ibu Profesional adalah sarana belajar yang tepat untuk meningkatkan kualitas diri karena menjadi ibu itu perlu ilmu.

Mungkin ada yang berpikiran seperti ini, “Ah, jadi ibu di zaman sekarang kok ribet banget, ya?” Well, zaman sudah berubah. Cara mendidik anak zaman dulu tidak bisa diterapkan lagi di zaman sekarang. Seperti kata petuah ‘didiklah anakmu sesuai zamannya’. Pesan itu menyiratkan bahwa sebagai ibu, wajib hukumnya belajar dan menggali ilmu pengasuhan agar ibu tidak salah dalam mendidik anak. Pun mengasuh anak di zaman ini adalah sebuah tantangan yang berat. Oleh sebab itu, seorang ibu harus dibekali dengan ilmu yang mumpuni.

Membaca 24 kisah di buku ini membuka wawasan saya bagaimana seorang ibu begitu gigih dalam mengasuh anaknya. Ada yang sampai berhenti bekerja demi mengasuh dan mendidik buah hati. Walaupun saya belum memiliki anak, saya tahu betapa beratnya meninggalkan anak di rumah bersama pengasuh atau orangtua sementara kita mencari nafkah. Saya tahu hal ini menjadi pergolakan batin bagi ibu pekerja. Apalagi bila sudah mengalami pengalaman buruk dengan pengasuh anak, rasa bersalah seketika menggelayut di pikiran dan sesak di dada. Maka keputusan resign dari kantor dan memilih mengasuh sendiri adalah pilihan yang bijak. Di sini kita bisa melihat bahwa ego bisa dikalahkan bila sudah menyangkut anak.

Kisah-kisah di buku ini dituturkan sangat lincah oleh penulis-penulisnya. Dengan gaya bahasa yang sederhana, membacanya membuat saya merenung, “apakah yang saya butuhkan sebenarnya? Sudahkah saya bersyukur? Hal-hal apa saja yang harus saya ubah dan perbaiki dalam hidup saya?” Melihat perubahan yang begitu nyata dari para penulis mengindikasikan bahwa IIP dengan kelas matrikulasinya tidak main-main dalam menggembleng para peserta sehingga hasil yang didapatkan memberikan pengaruh positif bagi kehidupan.

Bagaimana kelas matrikulasi IIP bisa mengubah paradigma seseorang? Sudah saya singgung di atas bahwa di IIP para peserta diberikan NHW (Nice Homework) yang kemudian saya tangkap sebagai perenungan dan pembelajaran bagi peserta matrikulasi. NHW inilah yang mungkin menjadi lecutan dan motivasi peserta untuk mencapai apa yang menjadi fokus dan tujuan hidup mereka. NHW menurut saya memiliki power yang pengaruhnya jelas dan terarah. NHW bukan hanya berhasil mengubah 24 ibu dan calon ibu di buku ini tetapi saya sangat yakin ribuan ibu dan calon ibu di luar sana yang tulisannya tidak dimuat di buku ini pun juga merasakan hal yang sama.

Saya adalah seorang ibu rumah tangga yang belum memiliki anak. Setiap hari saya nyaris tidak keluar rumah. Pekerjaan domestik menuntut saya untuk lebih banyak di rumah ketimbang haha hihi bersama teman. Jenuh, sudah pasti menghampiri. Untungnya saya punya passion dan hobi yang saya jalani dengan senang hati. Di buku ini banyak kisah ibu rumah tangga yang membuat saya merasa bangga menyandang status sebagai ibu rumah tangga penuh waktu. Kisah-kisah di buku ini menguatkan saya menjalani keseharian saya sebagai IRT.

“Orang bilang berdaster di rumah itu kampungan? Maka saya buktikan, kami jadi lebih punya lebih banyak waktu untuk memperluas wawasan.” (Nurul Khoirun Nisa, hal. 35)

Walaupun saya tidak mengikuti kelas di Institut Ibu Profesional, tapi saya sangat merasa terhormat bisa mendapatkan buku ini dari salah satu kontributornya, yaitu Mbak Sita Evita dari IIP Surabaya. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan, sungguh membaca buku ini menjadi suatu pengalaman yang tak terlupakan. Saya senang karena pengalaman-pengalaman yang tertuang di buku ini sarat akan hikmah dan pesan yang patut direnungi bersama. Dari cerita Mbak Sita sendiri saya bisa mengambil kesimpulan bahwa kita tidak boleh menunda-nunda pekerjaan dan jangan terlalu takut pada sesuatu yang belum terjadi.

Buku ini menarik namun tetap ada kekurangan. Saya menemukan beberapa saltik dan satu halaman kosong yakni di halaman 130. Saya tidak tahu apakah buku-buku ini melalui quality control (QC) atau tidak. Harapan saya, bila buku ini nantinya dicetak ulang semoga pihak penerbit bisa memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut.

Identitas buku :

Judul : Berubah Atau Kalah : Kisah Perubahan 24 Ibu Setelah Mengikuti Matrikulasi Institut Ibu Profesional

Penulis : Sita Evita, dkk

Penerbit : KIPublishing

Jumlah halaman : 196

Tahun terbit : Desember 2018

IMG20190405215817

Bad Romance : Cerita Remaja Beraroma Lokal

Bad Romance

“Memang kalau punya pacar, apa manfaatnya menurut kamu?”  (Halaman 67)

***

Adithya Putra Ramdhani adalah remaja SMA yang tomboi. Ya, dia perempuan, bahkan cukup manis sebenarnya. Dia sangat membenci namanya. Dia yakin namanya ini sangat berpengaruh pada perilaku, kehidupan, dan juga problematika cintanya.

Adithya sangat ingin memiliki pacar karena ia sudah bosan dengan kehidupannya yang selalu disamakan dengan laki-laki. Dia ingin membuktikan kepada teman-temannya, juga kakak-kakaknya, kalau dia adalah perempuan tulen yang pantas mendapatkan pasangan.

Hopla! Dia melakukan berbagai cara jitu untuk tebar pesona. Betapa bahagianya ketika usaha-usahanya mulai menampakkan hasil, dia bahkan menjadi rebutan dua orang cowok sekaligus! Namun, sayang sekali ternyata dia harus mengakhiri semuanya karena…

Karena apaaaa???

Judul : Bad Romance : Aku Memilih Menjadi Jomblo (Lagi)
Penulis : E. Zazi
Editor : Herlina P. Dewi
Proofreader : Tikah Kumala
Cetakan : I, Juli 2013
Tebal : 254 Halaman
Penerbit : Stiletto
ISBN : 978-602-7572-16-4

***

Adithya Putra Ramdhani, kalau dilihat dari namanya sudah tentu itu nama cowok. Tapi rupanya nama itu milik seorang cewek. What? Iya, betul. Kalian tak salah baca. Adithya Putra Ramdhani diharapkan terlahir laki-laki. Orangtuanya sudah kadung memberikan nama itu karena hasil USG menunjukkan bayi mereka berjenis kelamin laki-laki.

Nama itu merepresentasikan keseharian Adith. Ia tumbuh sebagai gadis tomboi. Kelakuannya tak mencerminkan anak perempuan pada umumnya. Ia tak akrab dengan seperangkat alat make-up yang umumnya digandrungi oleh remaja seusianya. Untuk urusan asmara pun, Adith kalah telak. Boro-boro punya pacar, dekat dengan lawan jenis pun belum pernah. Beruntung Adith punya sahabat, Jepi namanya. Ibarat tong sampah, Jepi adalah orang yang mau menampung semua uneg-uneg yang dimuntahkan Adith.

Di sekolah, Adith tergolong siswi biasa-biasa saja. Prestasi akademiknya tidak begitu cemerlang. Menyoal prestasi sekolah, Adith tak terlalu mengejar target. Satu yang selalu membebani pikirannya: ia ingin punya pacar. Adith menyadari dirinya berbeda dengan teman perempuan di sekolahnya. Namun, cewek tomboi juga berhak jatuh cinta dan punya pasangan, bukan?

Berbicara soal remaja, memang tak lengkap bila tidak menyinggung soal asmara. Remaja dan asmara adalah satu paket yang diciptakan oleh fitrah yang dinamakan pubertas. Perasaan cinta dengan lawan jenis sulit untuk dihalau. Yang pernah remaja dulu pastinya bisa merasakan debaran cinta bilamana bertemu dengan seseorang yang namanya terpatri di hati. Adith, di masa remajanya ingin sekali mengecap manisnya asmara. Tapi Adith lupa, keinginannya ini hanyalah ego yang menguasai hatinya. Ia tak pernah memikirkan dampak yang terjadi akibat keinginan yang terlalu dipaksakan.

Adith berusaha keras agar perhatian para cowok tertuju padanya. Lewat bantuan Jepi, Adith mempraktikkan jurus-jurus (yang menurut Jepi) jitu. Tindakan Adith ini malah dianggap teman dan keluarganya aneh. Teman lain turut membantunya, kali ini teman sekelasnya, Lidya. Lidya terkenal punya banyak pacar. Adith iri, ia ingin seperti Lidya yang selalu menjadi rebutan para cowok. Lewat bantuan Lidya, Adith dekat dengan dua orang cowok. Adith girang bukan kepalang. Tapi karena belum pernah pacaran, Adith tak pernah berpikir bagaimana rasanya sakit hati. Ia abai pada kenyataan bahwa tak selamanya cinta seindah taman surga. Tapi setidaknya, Adith bahagia karena keinginan untuk mendapatkan pacar akhirnya terbayar. Jerih payahnya berbuah hasil.

Membaca novel ini membawa saya ke masa silam. Kemudian ia menghantarkan saya ke masa kini, melihat realita kehidupan remaja yang menghampar di depan mata. Novel ini memberikan petuah, memberikan pesan bagi sesiapa saja yang dengan sengaja atau tidak sengaja mencomot novel ini di deretan rak toko buku kemudian membacanya hingga khatam. Pesannya mengena, terlebih jika pesan itu ditujukan kepada para remaja.

Dari segi cerita, ini adalah cerita remaja yang biasa: remaja, sekolah, teman, dan cinta. Namun bolehlah saya sedikit memuji penulisnya. Sepanjang saya membaca teenlit, selalu saja berlatar tempat di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bali atau bahkan luar negeri. Di novel ini, kita akan menemukan Majalengka, kota kecil di Provinsi Jawa Barat sebagai latar tempatnya. Suatu hal yang cukup berani menghadirkan setting tempat yang berbeda. Yang saya suka lagi adalah kehidupan para tokohnya yang sederhana. Bisa dikatakan, penulis ingin menghadirkan cerita remaja ala kampung tetapi tidak kampungan. Dialog khas ala remaja masa kini ditambah dengan selipan bahasa lokal juga berhasil menghidupkan cerita. Terakhir, izinkan saya memberikan rating 3/5 untuk novel bercita rasa lokal ini.